Saya disini akan membahas salah satu
kejahatan komputer yang sedang marak-maraknya di Indonesia : CYBER CRIME CARDING
Cyber crime adalah tidak criminal yang
dilakkukan dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama.
Cyber crime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi
computer khusunya internet.
Cyber crime didefinisikan sebagai
perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis
pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.
Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi telah memberikan dampak yang sangat positif bagi
peradaban umat manusia . Salah satu fenomena abad moderen yang sampai saat
ini masih terus berkembang dengan pesat adalah internet yang
kemudian sangat mengubah cara manusia dalam berkomunikasi dan bersosialisasi
baik lewat email mupun jejaring sosial seperti facebook yang saat
ini tengah booming . Bahkan aktifitas ekonomi seperti beriklan dan
menjual produk lewat internet terbukti sangatlah efektif dan ekonomis
karena vendor atau penjual tidak perlu meghabiskan uang sampai jutaan atau
milyaran rupiah untuk membuka toko, menyediakan peralatan kantor atau menyewa
para pekerja dalam menjual produknya, tapi cukup dengan membuka situs yg
diawaki oleh seorang operator .Bayangkan pengiritan yang bisa dilakukan oleh
para pelaku bisnis dengan melakukan cara ini.
Namun ibarat mata
uang yang mempunyai dua sisi, selain hal yang positif otomatis dampak
negatif dari kemajuan tersebut juga akan muncul sebagai tandingannya.
Perkembangan teknologi berupa internet ini juga ditangkap oleh para pelaku
kejahatan sebagai sarana untuk melakukan kejahatan berdimensi baru yang
selanjutnya dikenal sebagai cyber crime, apalagi karena Internet ini merupakan
barang baru otomatis banyak negara belum siap dengan perangkat hukum untuk
mengaturnya oleh karena itu angka kejahatan ini dari tahun ketahun makin
meningkat secara signifikan jumlahnya baik dari segi korban maupun jumlah uang
yang raib.
-
CARDING
Beberapa pengertian tentang carding :
Carding adalah berbelanja menggunakan
nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya
dengan mencuri data di internet. Sebutan pelakunya adalah Carder. Sebutan lain
untuk kejahatan jenis ini adalah cyberfroud alias penipuan di dunia maya.
Menurut riset Clear Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi yang berbasis
di Texas – AS, Indonesia memiliki carder terbanyak kedua di dunia setelah
Ukrania. Sebanyak 20 persen transaksi melalui internet dari Indonesia adalah
hasil carding. Akibatnya, banyak situs belanja online yang memblokir IP atau
internet protocol (alamat komputer internet) asal Indonesia. Kalau kita belanja
online, formulir pembelian online shop tidak mencantumkan nama negara
Indonesia. Artinya konsumen Indonesia tidak diperbolehkan belanja di situs itu.
Menurut pengamatan ICT Watch, lembaga yang mengamati dunia internet di Indonesia, para carder kini beroperasi semakin jauh, dengan melakukan penipuan melalui ruang-ruang chatting di mIRC. Caranya para carder menawarkan barang-barang seolah-olah hasil carding-nya dengan harga murah di channel. Misalnya, laptop dijual seharga Rp 1.000.000. Setelah ada yang berminat, carder meminta pembeli mengirim uang ke rekeningnya. Uang didapat, tapi barang tak pernah dikirimkan.
Menurut pengamatan ICT Watch, lembaga yang mengamati dunia internet di Indonesia, para carder kini beroperasi semakin jauh, dengan melakukan penipuan melalui ruang-ruang chatting di mIRC. Caranya para carder menawarkan barang-barang seolah-olah hasil carding-nya dengan harga murah di channel. Misalnya, laptop dijual seharga Rp 1.000.000. Setelah ada yang berminat, carder meminta pembeli mengirim uang ke rekeningnya. Uang didapat, tapi barang tak pernah dikirimkan.
KARAKTERISTIK
KEJAHATAN CARDING
Sebagai salah satu jenis kejahatan
berdimensi baru carding mempunya karakteristik tertentu dalam pelaksanaan
aksinya yaitu :
Minimize of physycal contact karena dalam modusnya antara
korban dan pelaku tidak pernah melakukan kontak secara fisik karena peristiwa
tersebut terjadi di dunia maya , namun kerugian yang ditimbulkan adalah
nyata. Ada suatu fakta yang menarik dalam kejahatan carding ini dimana pelaku
tidak perlu mencuri secara fisik kartu kredit dari pemilik aslinya tapi
cukup dengan mengetahui nomornya pelaku sudah bisa melakukan aksinya, dan ini
kelak membutuhkan teknik dan aturan hukum yang khusus untuk dapat
menjerat pelakunya.
Non violence (tanpa kekerasan) tidak melibatkan kontak fisik antara
pelaku dan korban seperti ancaman secara fisik untuk menimbulkan ketakutan
sehinga korban memberikan harta bendanya.Pelaku tidak perlu mencuri kartu
kredit korban tapi cukup dengan mengetahui nomor dari kartu tersebut maka ia
sudah bisa beraksi.
Global karena kejahatan in terjadi lintas negara yang
mengabaikan batas batas geografis dan waktu.
High Tech menggunakan peralatan berteknologi
serta memanfaatkan sarana / jaringan informatika dalam hal ini adalah internet.
Mengapa penting memasukkan
karaktreristik menggunakan sarana/jaringan internet dalam kejahatan carding
?Hal ini karena credit card fraud dapat dilakukan secara off line dan on
line. Ketika digunakan secara offline maka teknik yang digunakan oleh para
pelaku juga tergolong sederhana dan tradisional seperti :
Mencuri
dompet untuk mendapatkan kartu kredit seseorang.
Bekerjasama dengan
pegawai kartu kredit untuk mengambil kartu kredit nasabah baru
dan memberitakan seolah olah kartu sudah diterima.
Penipuan sms
berhadiah dan kemudian meminta nomor kartu kredit sebagai verivikasi.
Bekerjasama dengan
kasir untuk menduplikat nomor kartu dan kemudian membuat kartu palsu dengan
nomor asli.
Memalsukan kartu
kredit secara utuh baik nomor dan bentuknya.
Menggunakannya dalam
transaksi normal sebagaimana biasa.
MODUS OPERASI
Ada beberapa tahapan yang umumnya
dilakukan para carder dalam melakukan aksi kejahatannya :
Mendapatkan nomor kartu kredit
yang bisa dilakukan dengan berbagai cara antara lain :phising (membuat situs
palsu seperti dalam kasus situs klik.bca) , hacking,sniffing,
keylogging,worm,chatting dengan merayu dan tanpa sadar memberikan nomor kartu
kredit secara sukarela,berbagi informasi antara carder, mengunjungi situs
yang memang spesial menyediakan nomor nomor kartu kredit buat carding dan
lain lain yang pada intinya adalah untuk memperolah nomor kartu kredit.
Mengunjungi situs situs online yang
banyak tersedia di internet seperti ebay,amazon untuk kemudian carder mencoba
coba nomor yang dimilikinya untuk mengetahui apakah kartu tersebut masih valid
atau limitnya mencukupi.
Melakukan transaksi secara online untuk
membeli barang seolah olah carder adalah pemilik asli dari kartu tersebut. Contohnya
:
Menentukan
alamat tujuan atau pengiriman, sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia
dengan tingkat penetrasi pengguna internet dibawah 10 % namun menurut survei AC
Nielsen tahun 2001 menduduki peringkat ke enam di dunia dan keempat
di Asia untuk sumber para pelaku kejahatan carding. Hingga akhirnya Indonesia
di black list oleh banyak situs situs online sebagai negara tujuan pengiriman
oleh karena itu para carder asal Indonesia yang banyak tersebar di
Jogja,Bali,Banding dan Jakarta umumnya menggunakan alamat di Singapura atau
Malaysia sebagai alamat antara dimana di negara tersebut mereka sudah mempunyai
rekanan.
PENANGANAN CARDING
Menyadari bahwa
carding sebagai salah satu jenis cyber crime sudah termasuk kejahatan yang
meresahkan apalagi mengingat Indonesia dikenal sebagai surga bagi para
carder maka Polri menyikapinya dengan membentuk suatu satuan khusus di
tingkat Mabes Polri yang dinamakan Direktorat Cyber Crime yang
diawaki oleh personil terlatih untuk menangani kasus kasus semacam ini , tidak
hanya dalam teknik penyelidikan dan penyidikan tapi juga mereka menguasai
teknik khusus untuk pengamanan dan penyitaan bukti bukti secara elektronik.
Mengingat dana yang terbatas karena mahalnya peralatan dan biaya pelatihan
personil maka apabila terjadi kejahatan di daerah maka Mabes Polri akan
menurunkan tim ke daerah untuk memberikan asistensi.
Sebelum lahirnya UU
NO. 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika ( ITE ) maka mau tidak
mau Polri harus menggunakan pasal pasal di dalam KUHP seperti pasal pencurian
,pemalsuan dan penggelapan untuk menjerat para carder dan ini jelas menimbulkan
berbagai kesulitan dalam pembuktiannya karena mengingat karakteristik dari
cyber crime sebagaimana telah disebutkan diatas yang terjadi secara non fisik
dan lintas negara. Dengan lahirnya UU ITE khusus tentang carding dapat
dijerat dengan menggunakan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang
hacking. Karena dalam salah satu langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit
carder sering melakukan hacking ke situs - situs resmi lembaga penyedia kartu
kredit untuk menembus sistem pengamannya dan mencuri nomor nomor kartu tersebut.
Secara detail dapat
saya kutip isi pasal tersebut yang menerangkan tentang perbuatan yang dianggap
melawan hukum menurut UU ITE berupa illegal access :
Pasal 31 ayat 1 ,” Setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan
atas informasi elektronika dan atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan
atau sistem elektronik secara tyertentu milik orang lain “
Pasal 31 ayat 2 ,” Setiap orang dengan
sengaja atau tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau transmisi
elktronik dan atau dokumen elektronik yang tidak bersidat publik dari,ke,dan di
dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain ,
baik yang tidak menyebabkan perubahan,penghilangan dan atau penghentian
informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang ditransmisikan”.
Lahirnya undang
undang ini dapat dipandang sebgai langkah awal pemerintah dalam menangani cyber
crime, walaupun masih menuai kritik dari beberapa pengamat karena
belum menyatakan secara khusus tentang pornografi,pencemaran nama baik dan
tentang kekayaan intelektual namun dapat dianggap sebagai umbrella
provision atau payung utama pencegahan . Untuk itu perlu dilakukan
penyempurnaan hukum pidana nasional beserta hukum acaranya yang diselaraskan
dengan Konvensi Internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
KASUS PEMBOBOLAN KARTU KREDIT
Data di Mabes Polri, dari sekitar 200
kasus cyber crime yang ditangani hampir 90 persen didominasi carding dengan
sasaran luar negeri.Aktivitas internet memang lintas negara.Yang paling sering
jadi sasaran adalah Amerika Serikat, Australia, Kanada dan lainnya.Pelakunya
berasal dari kota-kota besar seperti Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Semarang,
Medan serta Riau.Motif utama adalah ekonomi.
Kasus pembobolan
kartu kredir, Rizky Martin, 27, alias Steve Rass, 28, dan Texanto alias Doni
Michael melakukan transaksi pembelian barang atas nama Tim Tamsin Invex Corp,
perusahaan yang berlokasi di AS melalui internet. Keduanya menjebol kartu kredit
melalui internet banking sebesar Rp350 juta.Dua pelaku ditangkap aparat Cyber
Crime Polda Metro Jaya pada 10 Juni 2008 di sebuah warnet di kawasan Lenteng
Agung, Jaksel.Awal Mei 2008 lalu, Mabes Polri menangkap hacker bernama Iqra
Syafaat, 24, di satu warnet di Batam, Riau, setelah melacak IP addressnya
dengan nick name Nogra alias Iqra. Pemuda tamatan SMA tersebut dinilai polisi
hanya mengandalkan scripts modifikasi gratisan hacking untuk melakukan aksinya
dan cukup dikenal di kalangan hacker. Dia pernah menjebol data sebuah website
lalu menjualnya ke perusahaan asing senilai Rp600 ribu dolar atau sekitar Rp6
miliar Dalam pengakuannya, hacker lokal ini sudah pernah menjebol 1.257 situs
jaringan yang umumnya milik luar negeri. Bahkan situs Presiden SBY pernah akan
diganggu, tapi dia mengurungkan niatnya. Kasus lain yang pernah diungkap polisi
pada tahun 2004 ialah saat situs milik KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang juga
diganggu hacker. Tampilan lambang 24 partai diganti dengan nama ‘partai jambu’,
‘partai cucak rowo’ dan lainnya. Pelakunya, diketahui kemudian, bernama Dani
Firmansyah,24, mahasiswa asal Bandung yang kemudian ditangkap Polda Metro Jaya.
Motivasi pelaku, konon, hanya ingin menjajal sistem pengamanan di situs milik
KPU yang dibeli pemerintah seharga Rp 200 miliar itu. Dan ternyata berhasil.
No comments:
Post a Comment